Jl Pos No 2 Jakarta Pusat (021)3840915 admin@sma.santaursulajakarta.sch.id Senin - Jumat : 07.00 WIB - 14.00 WIB Sabtu : 07.00 WIB - 11.30 WIB

POETRI EXCHANGE SANUR POS JAKARTA dan UA DELAWARE USA

        Poetry Exchange adalah sebuah kegiatan pertukaran dan apresiasi puisi bersama antara siswi kelas XI Bahasa SMA Santa Ursula Jakarta dengan siswi Ursuline Academy Delaware USA. Dari SMA Santa Ursula mengangkat satu puisi dalam bahasa Indonesia Seonggok Jagung di Kamar karya W.S. Rendra sedangkan dari US Delaware satu puisi dalam bahasa Inggris berjudul The Road Not Taken  karya Robert Frost. Kegiatan ini dilaksanakan bertepatan dengan Pesta St. Angela pada tanggal 27 Januari 2021, pukul 20.00 WIB dan 08.00 EST. Kegiatan ini merupakan kegiatan pertama bagi kelas XI Bahasa dan menjadi kegiatan yang sangat menarik sekaligus menantang. 

Acara Poetry Exchange dimulai pukul 20.00 WIB. Setelah semua peserta dan guru masuk ke ruang zoom, acara dimulai dengan perkenalan dan presentasi singkat dari setiap sekolah mengenai dua orang sastrawan, yaitu W. S. Rendra dari Indonesia dan Robert Frost dari Amerika Serikat. Setelah presentasi mengenai kedua penyair, semua peserta dan guru masuk ke breakout room untuk mendiskusikan isi dari puisi “Seonggok Jagung di Kamar” karya W. S. Rendra dan “The Road Not Taken” karya Robert Frost. Setelah berdiskusi di breakout room selama 15 menit, semua peserta dan guru kembali ke ruang utama dan saling berbagi hasil diskusi di breakout room. Acara diakhiri dengan penyampaian ucapan terima kasih, kesan pesan, dan juga saling memberikan semangat.

Melalui acara ini wawasan dan cara pandang kami diperkaya berkat kedua puisi. Dalam diskusi di breakout room maupun saat pembahasan bersama, kami dapat menyimpulkan bahwa kedua puisi memiliki hubungan yang erat terkait soal memutuskan pilihan. Setiap pilihan memiliki konsekuensinya sendiri dan kita sebagai manusia memiliki kehendak bebas untuk menentukan bagaimana kehidupan kita akan berjalan, maka sikap pasrah dan menyerah bukanlah solusi yang tepat. Apapun pilihan yang kita pilih, pada akhirnya akan kita hidupi dan jalani sepenuh hati. Maka memilih dengan tepat adalah kunci utamanya.

Di Balik Layar

Semula karya sastra yang kami angkat adalah cerpen “Caronang” karya Eka Kurniawan. Ibu Wiwin guru Bahasa dan Sastra Indonesia kami membentuk tim inti yang terdiri dari Gita (penerjemah), Ira (penganalisis), Lin-Lin (penganalisis), Xenia (penganalisis), dan Vanessa (penganalisis). Kami sudah melakukan serangkaian persiapan-persiapan untuk mendalami dan membedah cerpen tersebut. Kami juga sudah melaksanakan gladi kotor di mana setiap anggota kelas memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun. Tim inti juga membuat video perkenalan diri yang diunggah di flipgrid. Mereka, kecuali Gita, bersepakat untuk membuat video perkenalan yang mencakup nama, umur, berapa lama sudah bersekolah di sekolah Ursulin, hobi, mata pelajaran favorit, apa yang mereka cintai tentang sekolah Ursulin, dan fun facts lainnya tentang diri mereka sendiri.

           Pada tanggal 26 Januari 2021, keputusan final menyatakan bahwa materi yang akan dibahas adalah puisi “Seonggok Jagung di Kamar” yang pernah dikirimkan Lin-Lin kepada tim inti untuk dianalisis dan sudah dianalisis meski tidak mendalam karena pilihan tim adalah cerpen. Ternyata hasil analisis cerpen tim inti yang dikirim ke Ursuline Academy Delaware dinyatakan terlalu berat untuk murid-murid mereka. Keputusan ini memaksa tim inti harus melakukan semua pekerjaan dari awal dalam waktu yang sangat singkat. Berkat sifat adaptif yang dimiliki anak Bahasa juga kerjasama tim inti, mereka berhasil menyelesaikan analisis puisi dengan baik.
Acara ini memang menarik dan menantang. Dari informasi awal acara diskusi ini akan dilaksanakan, semua anak XI Bahasa sudah sangat bersemangat dan tak sabar menunggu. Walaupun ada juga yang grogi karena harus menggunakan bahasa Inggris saat diskusi, tapi semua anak menikmatinya. Meskipun ada kendala yang terjadi karena internet atau perangkatnya sendiri, diskusi ini berjalan dengan baik dan lancar. Murid-murid dari Ursuline Academy Delaware juga sangat ramah dan mau menyampaikan pendapat mereka dengan semangat. Guru-gurunya juga sangat baik dan bisa membuat murid bahasa merasa nyaman dan tidak canggung. Kami juga ingin berterima kasih kepada guru-guru dari SMA Santa Ursula yaitu 

Bu Maria, Miss Arista selaku guru Bahasa Inggris, Bu Wiwin, dan Pak Mardi yang juga turut serta dalam melancarkan diskusi ini. Tanpa mereka  acara ini tidak akan terselenggara. Berkat mereka, banyak sekali pelajaran yang bisa kami ambil dari diskusi tersebut.

Kami berharap diskusi seperti ini sering diadakan karena bertukar pikiran dengan murid-murid Ursulin selain dari Santa Ursula sangat menambah wawasan. Kami juga bisa berkomunikasi dan berhubungan baik dengan anak-anak Ursulin lainnya di mana pun mereka berada. Ternyata memang semangat Santa Angela menyatukan kami anak-anak Ursulin di manapun berada, Serviam, disiplin dan kekeluargaan sungguh kami rasakan. Semoga para guru selalu membimbing dan menjadi penghubung kami dengan anak-anak Ursulin di seluruh dunia.

(Tim inti)

The Road Not Taken

By Robert Frost

 

Two roads diverged in a yellow wood,

And sorry I could not travel both

And be one traveler, long I stood

And looked down one as far as I could

To where it bent in the undergrowth;

 

Then took the other, as just as fair,

And having perhaps the better claim,

Because it was grassy and wanted wear;

Though as for that the passing there

Had worn them really about the same,

 

And both that morning equally lay

In leaves no step had trodden black.

Oh, I kept the first for another day!

Yet knowing how way leads on to way,

I doubted if I should ever come back.

 

I shall be telling this with a sigh

Somewhere ages and ages hence:

Two roads diverged in a wood, and I—

I took the one less traveled by,

And that has made all the difference.

 

 

 

 

 

 

 

Seonggok Jagung di Kamar                                                                             Oleh: WS Rendra                               

Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda
yang kurang sekolahan.
Memandang jagung itu,
sang pemuda lihat padang;
ia melihat petani;
ia melihat panen;
dan suatu hari subuh
para wanita dengan gendongan
pergi ke pasar.

Dan ia juga melihat
suatu pagi hari
di dekat sumur
gadis-gadis bercanda
sambil menumbuk jagung
menjadi maisena.
Sedang di dalam dapur
tungku-tungku menyala.
Di dalam udara yang murni
tercium bau kue jagung.

Seonggok jagung
dan seorang pemuda.
Ia siap menggarap jagung.
Ia melihat kemungkinan
otak dan tangan
siap bekerja.

Tetapi ini:

Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda
tamat s.m.a.
Tak ada uang,
tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung
di kamarnya.
Ia memandang jagung itu.
Dan ia melihat dirinya terlunta-lunta.

Ia melihat dirinya ditendang
dari discoteque.
Ia melihat sepasang sepatu kenes
di balik etalage.
Ia melihat sangannya
naik sepeda motor.
Ia melihat nomor-nomor lotre.
Ia melihat dirinya sendiri
miskin dan gagal.
Seonggok jagung di kamar
tidak menyangkut pada akal.
Tidak akan menolongnya.

Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya
berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode
dan hanya penuh hafalan kesimpulan.
Yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang punya latihan
untuk bebas bekerja.
Pendidikannya telah memisahkannya
dari kehidupan.

Aku bertanya:

Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang
menjadi orang asing
di tengah kenyataan persoalan
keadaannya?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya?
Apakah gunanya seseorang
belajar filsafat, sastera,
tehnologi, kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya
ketika ia pulang ke daerahnya,
lalu berkata:
“Di sini aku merasa asing dan sepi!”